Minggu, 15 Februari 2015

makalah tentang produk produk perbankan syariah

Bab I
Pendahuluan

A.    Latar Belakang
 Sejak langkah pertama pendiriannya, bank-bank syariah telah menunjukkan trend perkembangan yang positif sehingga dapat memainkah peranan pentingnya dalam memobilisasi, mengalokasi, dan memanfaatkan sumber daya dengan lebih baik. Salah satu faktor pendukung yang menunjang trend positif ini adalah pembagian hasil usaha dalam pembiayaan yang menggunakan konsep profit sharing dan revenue sharing dengan akad mudharabah, meski pada awalnya konsep ini tidak begitu luas dimengerti oleh masyarakat. Profit sharing dan revenue sharing merupakan pembagian hasil usaha dengan ketentuan nisbah pihak penyalur dana dan penerima dana usaha. Sehingga besarnya pembagian dipengaruhi oleh hasil usaha yang dijalani.
Konsep profit sharing atau yang juga disebut dengan profit and loss sharing menawarkan pembagian hasil usaha dengan perhitungan pendapatan/keuntungan bersih (net profit), yaitu laba kotor dikurangi beban biaya yang dikeluarkan selama operasional usaha. Sedangkan konsep revenue sharing adalah konsep yang menawarkan pembagian hasil usaha berdasarkan perhitungan laba kotor (gross profit).
Kosep inilah yang membedakannya dengan bank-bank konvensional yang menawarkan tingkat suku bunga yang tinggi agar dapat menarik minat masyarakat menabungkan uangnya di bank. Besarnya bunga dalam pembagian hasil usaha ditetapkan pada awal perjanjian kerjasama dengan keuntungan yang pasti bagi investor. Bahkan meski kreditur mengalami kerugian dalam usahanya, investor tetap mendapatkan bunga yang disepakati sebelumnya.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diketahui bahwa konsep bagi hasil yang diterapkan dalam perbankan syariah dan konvensional memiliki perbedaan dalam keuntungan yang diperoleh dalam pembiayaan/investasi usaha produktif yang dikembangkan kreditur. Profit sharing dan revenue sharing merupakan pengganti bunga dalam perbankan konvensional.
Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan produk perbankan. Hanya saja bedanya dengan bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami, termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya.
Bukan hal yang berlebihan bila, misalnya bank islam  menawarkan produk-produk bank syariah yang tentunya beroprasi berdasarkan pada nilai etika syariah.
Oleh karena itu, dalam pembahan kali ini pemakalah akan mencoba menguraikan beberapa produk-produk dalam perbankan syariah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah produk penghimpunan dana dalam perbankan syariah?
2.      Bagaimanakah produk penyaluran dana dalam perbankan syariah?
3.      Bagaimanakah produk pelayanan jasa dalam perbankan syariah

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa saja produk penghimpunan dana dalam perbankan syariah
2.      Untuk mengetahui  apa saja penyaluran dana dalam perbankan syariah
3.      Untuk mengetahui apa saja pelayanan jasa dalam perbankan syariah



Bab II
Pembahasan
A.    Penghimpunan Dana

1.      Mudhorobah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara pemilik modal dan pengelola usaha untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik modal kecuali kerugian yang disebabkan oleh kesalahan pengelola usaha.
Akad mudharabah merupakan suatu transaksi pendanaan atau investasi yang berdasarkan kepercayaan, yaitu kepercayaan dari pemilik modal kepada pengelola usaha. Kepercayaan ini penting dalam akad mudharabah karena pemilik modal tidak boleh ikut campur dalam manajemen perusahaan atau proyek yang dibiayai dengan pemilik modal tersebut, kecuali sebatas memberikan saran dan melakukan pengawasan pada pengelola usaha.
Dalam mudharabah, pemilik modal tidak boleh mengisyaratkan sejumlah tertentu untuk bagiannya karen a dapat dipersamakan dengan riba yaitu meminta kelebihan atau imbalan tanpa ada faktor penyeimbang yang diperbolehkan syariah.
Keuntungan yang dibagikan pun tidak boleh menggunakan nilai proyeksi , akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan yang mengacu pada laporan hasil usaha yang secara periodik disusun oleh pengelola usaha dan diserahkan kepada pemilik modal.[1]
Menurut ijmal ulama, mudharabah hukumnya jaiz (boleh). Mudharabah telah dipraktikkan secara luas oleh orang-orang sebelum masa islam dan beberapa sahabat Nabi Muhammad saw. Jenis bisnis ini sangat bermanfaat dan sangat selaras dengan prinsip ajaran syariah, oleh karena itu masih tetap ada di dalam sistem islam.
*      Mudharabah di bagi menjadi 3 jenis, diantaranya:
1.      Mudharabah muthlaqah
Mudharabah muthlaqah adalah jenis mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola usaha dalam mengelola investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat. Jenis mudharabah ini tidak ditentukan masa erlakunya, didaerah mana usaha tersebut akan dilakukan. Namun, kebebasan ini bukan kebebasan yang tak terbatas sama sekali. Modal yang ditanamkan tetap tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang dilarang islam.

2.      Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah adalah jenis mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara dan objek investasi atau sektor usaha. Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang diberikan oleh pemilik dana, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan.

3.      Mudharabah Musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah jenis mudhrabah dimana pengelola dana menyertakan modal dana nya dalam kerja sama investasi. Di awal kerja sama, akad ynag disepakati adalah akad mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dengan kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha tersebut. Jenis mudharabah seperti ini adalah perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah (syirkah).
*      Rukun mudharabah
Rukun dari akad mudharabah ada empat, yaitu:
a)       Pelaku, terdiri atas: pemilik dana dan pengelola dana
b)      Objek mudharabah, berupa: modal dan kerja
c)      Ijab kabul / serah terima
d)     Nisbah keuntungan

2.      Wadi’ah
Secara etimologis, kata wadi’ah berasal dari kata wada’a asy-syai’ jika ia meninggalkannya pada orang yang menerima titipan. Adapun wadi’ah secara terminologis, yaitu pemberian kuasa oleh penitip kepada orang yang menjaga hartanya tanpa konpensasi (ganti)[2]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa wadiah adalah Wadiah yaitu akad titipan di mana barang yang dititipkan dapat diambil sewaktu-waktu. Pihak yang menerima titipan dapat meminta jasa untuk keamanan dan pemeliharaan.[3]

*      Rukun wadi’ah
a.       Muwaddi/ penitip
b.      Mustauda/ penerima titipan
c.       Wadiah bih/ harta titipan
d.      Akad

*      Pembagian Wadi’ah
Secara umum terdapat dua jenis wadiah, yaitu:
a.       Wadiah yad al-amanah
Wadiah jenis in memiliki karakteristik sebagai berikut:
·         Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan
·         Penerima titipan hanya brfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya
·         Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan
·         Mengingatkan barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis in adalah jasa penitipan

b.      Wadiah yad adh-dhamanah
Wadiah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
·         Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan
·         Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang yang dititipkan tersebut tentu dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima titipan untuk memberikan hasil manfaat kepada si penitip
·         Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini.
Prinsip wadiah yad dhamanah inilah yang secara luas kemudian diaplikasikan dalam dunia perbankan syariah dalam bentuk produk-produk pendanaan yaitu:
a.       Giro (Current Account) wadiah.
b.      Tabungan (Saving Account) wadiah.

B.     Penyaluran Dana
1.      Jual Beli
a.       Murabahah
Jual beli murabahah adalah pembelian oleh satu pihak untuk kemudian dijual kepada pihak lain yang telah mengajukan permohonanpembelian terhadap suatu barang dengan keuntungan atau tambahan harga yang transparan.
Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan.[4]

*      Jenis-jenis murabahah

1)      Murabahah berdasarkan Pesanan
Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Murabahah yang bersifat mengikat berarti pembeli harus membeli barang  yang dipesannya dan tidak bisa membatalkan pesanannya. Adapun murabahah yang bersifat tidak mengikat walaupun telah memesan barang tetapi pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau membatalkan barang tersebut.
2)      Murabahah Tanpa Pesanan
Murabahah jenis ini termasuk jenis murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh penjual.
*      Rukun dan Ketentuan Murabahah
·          Pelaku
Pelaku harus cakap hukum dan balig (berakal dan dapat membedakan), sehingga jual beli dengan orang gila menjadi tidak sah  sedangkan jual beli dengan anak kecil dianggap sah apabila seizin walinya.
·         Objek jual beli harus memenuhi:
-          Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal
-          Barang yang di perjual belikan harus bermanfaat
-          Barang tersebut dimiliki oleh penjual
-          Barang yang diperjual belikan harus jelas spesifikasinya
-          Barang harus diketahui kuantitas dan kualitasnya
-          Harga barang harus jelas
-          Barang yang di akadkan ada ditangan penjual

·         Ijab kabul
Penyataan rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. Apabila jual beli telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah maka kepemilikannnya, pembayarannya, dan pemanfaatannnya atas barang yang diperjualbelikan menjadi halal. Demikian sebaliknya.

b.      Salam
Salam berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan barang menyerahkan uang dimuka. Akad salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan pembayaran dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan dikemudian hari.[5]
Menurut Kompilsi Hukum Ekonomi Syariah, salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembiayaannnya dilakukan dengan pemesanan barang[6]
Manfaat transaksi salam bagi pihak pembeli adalah adanya jaminan memperoleh barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat ia membutuhkan dengan harga yang disepakatinya di awal. Sementara manfaat bagi si penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan aktivitas produksi dan memenuhi sebagian kebutuhan hidupnya.
Dalam akad salam, harga barang pesanan yang sudah disepakati tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Apabila barang yang dikirim tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati sebelumnya, maka pembeli boleh melakukan khiar yaitu memilih apakah transaksi dilanjutkan atau dibatalkan. Untuk menghindari risiko yang merugikan, pembeli boleh meminta jaminan dari penjual.
Salam paralel artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara pemesan pembeli dan penjual serta antara penjual dengan pemasok atau pihak ketiga lainnya.

*      Rukun dan Ketentuan Salam
A)    Pelaku adalah cakap hukum dan balig
B)    Objek akad:
a)      Ketentuan yang terkait modal salam 
·         Harus diketahui jenis dan jumlahnya
·         Berbentuk uang tunai
·         Diserahkan ketika akad berlangsung
b)      Ketentuan barang salam:
·         Mempunyai spesifikasi yang jelas
·         Harus dapat ditakar
·         Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
·         Barang tidak harus ada ditangan penjual tapi harus ada pada saat waktu yang ditentukan.
·         Apabila barang tidak ada pada waktu yang telah ditentukan maka akad nya menjadi rusak

c)      Ijab kabul
Adalah penyertaan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

c.       Istishna
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah istishna adalah jual beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dan pihak penjual.[7]
Istishna menurut fukaha adalah pengembangan dari sala, dan diizinkan secara syariah berdasarkan dalil dari alquran dan hadis serta kesepakatan kaum muslimin.
Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antar pemesan (pembeli) dan penjual (pembuat). Istishna dapat dilakukan secara langsung antar dua belah pihak antar pemesan dengan penjual. Apabila dilakukan melalui perantara maka akad disebut dengan istishna paralel.
Walaupun istishna adalah akad jual beli, tetapi memiliki perbedaan dengan salam maupun dengan murabahah. Istishna lebih dititikberatkan pada kontrak pengadaan barang yang ditangguhkan dan dapat dibayarkan secara tangguh pula.[8]
Dalam istishna paralel penjual dapat membuat akad istishna kedua dengan subkontaktor untuk membantunya memenuhi kewajiban akad istishna pertama (antara penjual dan pemesan) pihak yang bertanggung jawab pada pemesan tetap terletak pada penjual tidak dapat dialihkan pada subkontraktor. Meskipun proses pengerjaan dilakukan oleh subkontraktor, penjual tetap bertanggung jawab atas hasil kerja subkontraktor. Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas jumlah yang telah dibayarkan, penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.
*      Rukun dan Ketentuan Istishna
a)       Transaktor
Terdiri atas pembeli dan penjual. Kedua transaktor diisyaratkan memiliki kompetensi berupa akil balig dan kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa, dll.

b)      Objek istishna
Objek istishna harus jelas spesifikasinya, penyerahannya dilakukan kemudian, waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan, pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya, tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan, dan memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati, serta barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi pemesan, bukan barang masal.

c)      Ijab kabul
Ijab kabul istishna merupakan pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, dengan cara penawaran dari penjual (bank syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh pembeli(nasabah).


2.      Sewa
Pembiayaan dengan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa, dimana keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang disewakan. Namun dalam beberapa kasus prinsip sewadapat pula disertai dengan opsi kepemilikan[9]
Yang termasuk dalam kategori sewa adalah
ü  Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna(manfaat) atas suatu barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri[10].
Ijarah dimaksudkan untuk mengambil manfaat atas barang atau jasa dengan jalan penggantian. Beberapa contoh kontrak ijarah (pemilikan manfaat) seperti manfaat yang berasal dari aset seperti rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai atau manfaat yang berasal dari karya seseorang seperti hasil karya seorang insinyur bangunan,tukang tenun, pekerja bangunan, penjahit, dll. Dan manfaat yang be rasal dari skill/keahlian individu seperti pekerja kantor, pembantu rumah tangga, dll.
Akad ijarah mewajibkan pemberi sewa untuk menyediakan aset yang dapat digunakan atau dapat diambil manfaat darinya selam periode akad dan memberikan hak kepada pemberi sewa untuk menerima upah sewa. Apabila terjadi kerusakan yang mengakibatkan penurunan nilai kegunaan dari aset yang disewakan dan bukan disebabkan kelalaian penyewa, pemberi sewa berkewajiban menanggung biaya pemeliharaannya selama periode akad atau menggantinya dengan aset yang sejenis.
Pengalihan kontrak atau aset yang disewa kemudian disewakan kembali pada pihak lain boleh dilakukan baik dengan harga sama, lebih tinggi atau lebih rendah asalkan pemberi sewa mengizinkannya.
Pembayaran sewa dapat dibayar dimuka, ditangguhkan ataupun diangsur sesuai kesepakatan antara pemberi sewa dan penyewa. Apabila yang disepakati adalah pembayaran tangguh dan terjadi penundaan pembayaran akibat penyewa lalai, maka dapat dikenakan denda yang akan digunakan sebagai dana kebajikan.
Jenis-jenis Ijarah
1)      Berdasarkan objek yang disewakan
Dibagi menjadi dua yaitu:
·         Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti,yaitu memindahkan hak untuk memakai atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.
·         Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa.
Perpindahan kepemilikan dapat dilakukan melalui:
§  Hibah
§  Penjualan, dimana harga harus disepakati oleh kedua belah pihak sebelum akad penjualan
§  Jual dan sewa kembali (sale and lease back) atau transaksi jual dan ijarah. Jenis ijarah seperti ini terjadi dimana seorang menjual asetnya kepada pihak lain dan menyewakembali aset tersebut.transaksi jual dan sewa kembali harus merupakan transaksi terpisah dan tidak saling bergantung sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar dan penjual akan mengakui keuntungan atau keutungan pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi.

*      Rukun Ijaroh
·         Pelaku yang terdiri atas pemberi sewa dan penyewa
·         Objek akad berupa manfaat aset dan pembayaran sewa atau manfaat jasa dan pembayaran upah
·         Ijab kabul/serah terima

ü  Ijarah Muntahiyah Bittamlik
 Ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad sewa-menyewa antar pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas abjek sewa yang disewakan dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
Perpindahan hak milik objek sewa kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dapat dilakukan dengan:
a.       Hibah
b.      Penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa
c.       Penjualan pada akhir masa sewa denga pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad
d.      Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dan tercantumdalam akad.
e.       Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang ang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Pemilik objek sewa dapat meminta penyewa menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari resiko kerugian. jumlah, ukuran, dan jenis objek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad. 

3.      Akad Pelengkap
Pembiayaan dengan akad pelengkap ditujukan untuk memperlancar pembiayaan dengan menggunakan tiga prinsip diatas. Berikut akad pelengkap tersebut:
1.      Hawalah
Merupakan pengalihan utang dari orang yang ber­utang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pi­hak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring
*      Rukun dan syarat hawalah
Rukun hawalah/pemindahan utang terdiri atas:
·         Peminjam
·         Pemberi pinjaman
·         Penerima hawalah
·         Utang
·         Akad

*      Syarat Hawalah
Menurut kompilasi hukum ekonomi syariah adlah sebagai berikut[11]:
a.       Para pihak yang melakukan akad hawalah/pemindahan utang harus memiliki kecakapan hukum
b.      Peminjaman harus memberitahu kepada pemberi pinjaman bahwa ia akan memindahkan utangnya kepada pihak lain
c.       Persetujuan pemberi pinjaman mengenai pinjaman mengenai rencana peminjam untuk memindahkan utang adalah syarat diperbolehkannya akad hawalah.

2.      Rahn (gadai)
Gadai adalah perjanjian (akad) pinjam meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang. Sehingga dapat disimpulkan gadai adalah menjadikan suatu benda itu berharga sebagai jaminan sebagai tanggungan utang berdasarkan perjanjian (akad) antara orang yang memiliki hutang dengan pihak yang memberi hutang.
*      Syarat dan Rukun Gadai
a.       Syarat gadai:
·         Sehat fikirannya
·         Dewasa, baligh
·         Barang yang digadaikan telah ada di waktu gadai
·         Barang gadai bisa diserahkan/dipegang oleh penggadai
b.      Rukun gadai:
·         Orang yang menggadai/orang yang menyerahkan barang jaminan(rahin)
·         Orang yang menerima barang gadai (murtahin)
·         Barang yang dijadikan jaminan(borg/marhun).
·         Akad(ijab dan qobul)
·          Adanya hutang yang dimiliki oleh penggadai.

3.      Qardh
Qardh  adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.[12]
*      Rukun Qardh
1)      pelaku (muqridh dan muqtaridh)
2)      objek (uang atau barang)
3)      shighat (ijab dan qabul).

4.      Wakalah
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pem­beri mandat.[13]
*      Syarat dan Rukun wakalah
a)      Syarat muwakil (yang mewakilkan)
Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan
b)      Syarat wakil (yang mewakili)
Cakap hukum, dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.

c)      Hal-hal yang diwakilkan
Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili, tidak bertentangan dengan syariah islam, dapat diwakailkan menurut syariah islam


5.      Kafalah
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung ke­pada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat di­lakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.[14]
*      Rukun dan syarat kafalah
a)      Pihak penjamin
Balig dan berakal sehat, berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela dengan tanggungan kafalah tersebut.
b)      Pihak orang yang berhutang
Sanggu menyerahkan tanggungannya kepada penjamin,dan dikenal oleh penjamin.
c)      Pihak orang yang berpiutang
Diketahui identitasnya, dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
d)     Objek penjamin
Merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan.


C.    Pelayanan Jasa
 Selain menjalankan fungsinya sebagai penghubung antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan dana, bank syariah dapat pula melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa[15]:

1.      Sharf (valuta asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf . jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama. Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini. Prinsip ini dipraktikan pada bank syariah devisa yang memiliki ijin untuk melakukan jual beli valuta asing.

o   Dasar hukum sharf
Dari Abu Hurairah dari nabi SAW, bersabda: “(boleh menjual) emas dengan emas dengan setimbang, sebanding, dan perak dengan perak setimbang sebanding.” (H.R. Ahmad, Muslim, & Nasa’i)

Rukun sharf:
a.       Penjual
b.      Pembeli
c.       Mata uang yang diperjualbelikan(sharf)
d.      Nilaitukar (si’rus sharf)
e.       Ijab kabul
2.      Wadi’ah
Jenis produk jasa tambahan yang dapat diterapkan adalah wadiah, namun wadiah yang diterapkan adalah wadiah yad al-amanah. Aplikasi perbankan wadiah yad al-amanah adalah penyewaan kotak simpanan sebagai sarana penitipan barang berharga nasabah. Bank mendapat imbalan dari sewa tersebut.


Bab III
Penutup

A.    Kesimpulan
Perbankan syariah merupakan lembaga yang menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana. Oleh sebab itu bank syariah membutuhkan sumber-sumber dana yang akan dikelola. Adapun sumber-sumber dana dibank syariah antara lain adalah modal, titipan dan investasi. Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan produk perbankan. Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Adapun produk-produk yang ditawarkan seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, rahn, dsb. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu sangat Islami, termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya

B.     Saran
 Dengan demikian makalah ini penulis buat. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan terutama dalam segi penulisan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk lebih baik lagi dalam penulisan makalah yang selanjutnya.








[1] Kautsar riza salman, Akuntansi perbankan syariah, (padang:Akademia Permata, 2012), hal.219.
[2] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (jakarta: kencana prenadamedia group,2013), hal.282.
[3] M. Nur Rianto, Dasar-dasar pemasaran bank syariah, (bandung: alfabeta, 2012), hal.36.
[4] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (jakarta: kencana prenadamedia group,2013), hal. 136
[5]Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah, (padang:Akademia Permata, 2012), hal. 173
[6] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (jakarta: kencana prenadamedia group,2013), hal.113.
[7] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (jakarta: kencana prenadamedia group,2013), hal.124.
[8] Kautsar Riza Salman, Akuntansi perbankan syariah, (padang:Akademia Permata, 2012), hal. 199.
[9] M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-dasar Pemasaran, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 46.
[10] Kautsar Riza Salman, Akuntansi perbankan syariah, (padang:Akademia Permata, 2012), hal. 270.
[11] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (jakarta: kencana prenadamedia group,2013), hal.268.
[12] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (jakarta: kencana prenadamedia group,2013), hal.334.
[13] Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (jakarta: kencana prenadamedia group,2013), hal.300.

[14] M. Nur Rianto Al Arif, dasar-dasar pemasaran, (Bandung:Alfabeta, 2012, hal. 57.
[15] M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-dasar pemasaran, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 58.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
Aan Blog © 2008 Template by:
SkinCorner